Jumat, 24 April 2009

”DIPELAN ATAU TERPELAN????”

Pagi menjelang siang hari ini Saya berangkat ke kampus untuk memulangkan buku yang sudah Saya pinjam enam hari yang lalu, karena seharusnya tiga hari yang lewat jatuh tempo pemulangannya, alhasil Saya pun kena aturan denda per harinya Rp 500.-. Teman- teman Saya sering sekali mengelabui sang penjaga pustaka, yang apabila memulangkan buku sudah jauh lewat tempo dan denda yang harus dibayar terbilang banyak, maka dengan was-was dan waspada mereka mengembalikan lewat seorang Bapak yang notabene sangat tidak memperhatikan hal-hal demikian itu. Berbeda dengan salah seorang Ibu yang juga penjaga disana, jika kau memulangkan buku, maka dia akan memperhatikan dengan saksama. Tak-tik pun berhasil tanpa denda sepersen pun jua. Tapi Saya amatlah berbeda, mungkin dari kecil selalu diajarkan orang tua kalau berbuat sesuatu itu harus jujur, sehingga dengan usia Saya yang terbilang hampir memasuki gerbang usia manusia yang benar-benar menjadi wanita dewasa, hal tersebut masih melekat, walaupun dalam hal-hal tertentu tentunya yang sangat mendesak, kejujuran tidak selamanya bisa diandalkan hahaha……

Hari pun beranjak siang, Saya dan salah seorang teman menuju warnet terdekat dari kampus, karena ada file yang musti saya copy dari beliau sebagai bahan untuk persiapan mengajukan ujian akhir komprehensif. Kemudian Saya pun meluncur ke pasar raya padang untuk membeli beberapa novel sebagai bahan bacaan, refreshing dikala rasa jenuh menghampiri, maklumlah sebagai mahasiswa yang tak tamat tepat waktu, saya ini terkadang tak tahu harus mengerjakan apa. Mata kuliah Saya sudah habis dari semester delapan, sedangkan indeks prestasi kumulatif sedikit di atas syarat minimum untuk mengajukan diri sebagai PNS (pegawai negeri sipil) hehehe.....cukuplah itu bagi saya. Sebenarnya cita-cita Saya setelah lulus dari kuliah ingin sekali kerja di lingkungan swasta, karena menurut Saya yang kadang suka sekali menilai diri bahwa Saya tipe orang yang suka bosenan, nggak suka pada satu rutinitas yang membelenggu, sepertinya jiwa ini memberontak apabila ia berada pada jalur yang itu-itu saja. Tamat yang tidak tepat waktu ini Saya nilai akibat dari diri Saya yang suka slow-slow yang tak tergesa-gesa, bahkan bisa dibilang ”CUEK BEBEK” (baca: seenak maunya gue deh!) disamping tugas akhir yang saya rasa sulit, sehingga makin membuat Saya makiiiin slow mengerjakannya, karena sering terbentur oleh masalah-masalah yang tak mudah untuk selesai dengan pemikiran yang singkat. Akhirnya Alhamdulillah sekarang satu langkah lagi untuk menyelesaikan pendidikan di dunia ”PEROBATAN” ini, yaitu menunggu sidang kelulusan.

Ada satu hal yang mencuri perhatian Saya ketika melewati jalanan raya, mulai dari wilayah ulak karang, hingga akhirnya tiba di pasar raya, yaitu makin banyaknya orang yang kurang ingatan (baca: gila). Ada yang berumur sekitar 30-an, bahkan remaja seusia SMA-pun ada. Gaya dan aneka pakaian yang dikenakannya pun beragam, ada yang sangat-sangat lusuh, setengah bersih, bahkan sangat bersih layaknya orang yang normal (bahkan ia mengenakan kaos oblong berlambangkan nama salah satu parpol terkenal di negeri ini dan di luarnya dilapisi jaket pula...buka main gayanya....). Beberapa dari mereka memiliki habit yang luar biasa aneh dan tentunya diluar batas kenormalan kita, mulai dari sujud melulu tanpa bangkit-bangkit, jalan cepat (menurut Saya yang kalau diadu dengan atlet jalan cepat, mungkin masih cepetan si orang gila itu), sampai bergumam sendiri yang tak jelas ngomong apa, pokoknya macam-macamlah gaya mereka. Kegilaan zaman sekarang ini lebih sering didasari oleh faktor ekonomi, sehingga banyak sekali kita saksikan berita kriminal di teve yang mengisahkan seorang istri atau suami bunuh diri, bahkan ada sekeluarga dengan kompak nekat mengakhiri hidup secara ”BERJAMA’AH”. Sungguh kenyataan yang memilukan apabila dicermati dari sisi cermin jiwa dan hati. Jadi singkat kata, semakin modern suatu negara maka tingkat depresi akan semakin tinggi, seiring dengan tuntutan zaman sekarang yang bertambah hari semakin menunjukkan wajah kesulitannya, dimana pun kita berada pasti akan menjumpainya, dan itu tak mungkin bisa kita elakkan begitu saja selagi udara masih terasa masuk menuju paru-paru dan mengisi setiap inci tubuh yang memerlukan belaian sang oksigen untuk dapat dilaluinya (baca: hidup). Karena selagi bernafas, kebutuhan manusia akan semakin bertambah pula dan tak mungkin bisa berkurang, bahkan tak cukup-cukup bagi manusia yang materialistis sekalipun. Akhirnya perlulah kiranya hidup dengan ritme kerja yang cepat sedikit demi sedikit diperlambat, buatlah hidup sedikit berlega dan bernafas bisa jadi dengan melakukan berbagai hobi atau ber-meditasi ke dalam diri untuk mendapatkan oase bagi kesegaran jiwa.........bikin hidup seindah yang elo mau.........that’s all


Lubay, 06 April 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar